15/11/2008

PERAN PROTEKTIF COATING PADA INDUSTRI MIGAS disunting dari majalah Ascoatindo


Menurut NACE, korosi adalah kemerosot-an atau kerusakan yang terjadi pada suatu material, biasanya logam, akibat reaksi dengan lingkungannya, umumnya menghasilkan suatu produk yang disebut karat. Sedangkan SSPC (Society for Protective Coatings) mengatakan korosi adalah reaksi kimia dan elektrokimia yang terjadi antara logam dan lingkungannya sehingga mengakibatkan kerusakan pada logam dan bagiannya.

Apapun definisi yang digunakan, korosi selalu menimbulkan kerugian, baik kerugian yang bersifat langsung maupun yang berdampak tidak langsung. Kerugian korosi ini tentu saja dapat mengakibatkan biaya pemeliharaan membengkak, kapasitas produksi menurun, produksi berhenti atau total shutdown, menimbulkan kontaminasi pada produk, mengakibatkan klaim akibat delivery yang tidak tepat jadwal, pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan dan keselamatan kerja, serta kerugian-kerugian nir-wujud lainnya yang dapat berupa pen-cemaran nama baik perusahaan dan me-nimbulkan opportunity lost.

Negara-negara di kawasan tropis seperti Indonesia, sebetulnya paling banyak menderita kerugian korosi. Namun sayangnya, belum ada data yang jelas tentang seberapa besar kerugian korosi di Negara ini, padahal korosi menyerang semua peralatan yang terbuat dari logam dan menimbulkan kerugian yang tidak sedikit besarnya.

Walau demikian, dari banyaknya peristiwa yang telah dibeberkan media massa dan koran nasional paling tidak dapat memberikan gambaran kepada kita bahwa korosi pada dasarnya telah menimbulkan kerugian yang tidak sedikit jumlahnya. Untuk mengilustrasikannya, penulis akan memaparkan beberapa peristiwa korosi yang telah terjadi di tanah air ini, khususnya yang telah menimpa industri migas di Indonesia.

Cuplikan dan petikan tentang peristiwa korosi yang dibeberkan di bawah ini dirangkum penulis dari berbagai nara sumber. Perlu ditegaskan sebelumnya bahwa cuplikan maupun kutipan yang dipaparkan, tidak bermaksud sama sekali untuk mendiskreditkan sebuah perusahaan atau institusi, tetapi sekedar sebagai suatu kajian yang bersifat ilmiah murni untuk memberikan pandangan tentang betapa besarnya kerugian yang telah diderita akibat korosi.

Suara Pembaharuan (08 Maret 2004) memberitakan sebuah peristiwa kebocoran pipa minyak. Kebocoran itu terjadi di sekitar jalan Palembang-Betung, Kab. Banyuasin, Sumatera Selatan. Akibatnya banyak minyak mentah tumpah, bahkan ada yang sampai mencemari anak Sungai Gasing di Sukajadi. Selanjutnya menurut berita yang dilansir dari Wahana Ling-kungan Hidup Indonesia (Walhi News, 12 Maret 2004) diperkirakan minyak mentah yang tumpah itu berkisar antara 21.15 barrel. Temuan lapangan mengungkap-kan terdapat 5 titik kebocoran akibat pipa sudah banyak mengalami korosi.

Setelah peristiwa tsunami menimpa rak-yat Aceh, kembali kebocoran pipa gas menambah daftar penderitaan saudara kita di sana. Jaringan Advokasi Tambang memaparkan (23 Maret 2005) sekitar 820 jiwa warga desa Rayeuk, Lokshukon, Aceh Utara menjadi korban kebocoran gas itu. Jatam, Walhi dan Oilwatch-Southeast Asia, menyatakan protes keras dan menyesali terjadinya kebocoran ter-sebut, apalagi terjadi disaat rakyat Aceh masih dalam suasana berduka.

Tidak diperinci lebih lanjut penyebab kebocoran pipa gas tersebut, namun diungkapkan kebocoran pipa gas ini telah memperpanjang catatan kecelakaan dalam industri migas. Dalam 4 tahun terakhir, setidaknya terdapat 18 kasus ke-celakaan industri migas dan 22 kasus pencemaran minyak di wilayah perairan dan pesisir Indonesia.

Awal tahun 2005 kembali diwarnai dengan ledakan pipa gas di Subang, yang dimungkinkan akibat korosi pada pipa gas yang ada (Pikiran Rakyat, 18 Feb-ruari 2005). Pada kejadian itu, diberitakan tidak ada korban jiwa, tetapi warga yang bermukim di dekat lokasi menjadi kuatir gas yang bocor akan membahayakan keselamatan mereka, apalagi saat peristiwa terdengar suara ledakan yang sangat keras mendentum dan mengeluarkan gemuruh asap yang membumbung tinggi.

Pipa gas kembali meledak di Indramayu pada tanggal 15 Agustus 2005. Diberitakan dua pekerja mengalami luka berat dan sebuah rumah milik warga mengalami kerusakan yang cukup parah. Harian Pikiran Rakyat (18 Agustus 2005) mengatakan bahwa menurut Kapolsek Karangampel yang langsung mendatangi lokasi kejadian, ledakan itu terjadi diduga akibat kondisi pipa yang sudah berkarat dan rapuh. Hal ini diperkuat oleh per-nyataan dari salah satu staf humas perusahaan tsb, bahwa kejadian itu disebabkan oleh kondisi pipa yang sudah keropos akibat korosi luar. Informasi lain yang diperoleh oleh harian nasional ini dari warga yang bermukim di sana, menyingkapkan pipa-pipa yang melintas di desanya kebanyakan memang sudah dalam kondisi berkarat dan sering mengalami kebocoran.

Sebelum musibah yang terjadi di atas, kebocoran pipa juga terjadi pada tanggal 10 Mei 2005 yang mengakibatkan sebanyak 52 kepala keluarga yang terdiri dari 152 jiwa di Desa Sungai Ibul, Kecamatan Talang Ubi, Muara Enim, terpaksa me-ngungsi karena rumah mereka kebanjiran minyak mentah yang dimuntahkan oleh pipa sebesar 8 inchi yang bocor. Atas peristiwa tsb, terdapat 25 barel minyak mentah yang muncrat, namun hal ini disanggah oleh penduduk setempat yang mengatakan volume minyak yang tumpah lebih dari itu. Lebih lanjut dipaparkan pipa yang bocor diakibatkan oleh korosi eksternal atau akibat alam, tetapi menu-rut penduduk setempat, di lokasi yang sama pernah terjadi kebocoran pada tahun 1960 yang menyebabkan tujuh warga meninggal dunia dan pipa yang bocor itu belum pernah diganti. Akibat kebocoran ini, bukan hanya perusahaan pemilik pipa yang dirugikan tetapi penduduk setempat juga menuntut ganti rugi akibat pencemaran yang ditimbulkan.

Rangkaian peristiwa di atas memberikan pandangan kepada kita tentang besarnya derita yang dipikul akibat korosi yang terjadi pada industri migas. Semua kisah di atas hanya sebagian yang diungkapkan penulis, namun dari peristiwa-peristiwa itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa korosi sangat merugikan, bukan hanya sekedar materi, tetapi juga terhadap ke-sehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan.


Masih banyak tentunya kerugian korosi yang terjadi selain yang dibeberkan di atas, baik kerugian yang langsung berdampak pada pembengkakan biaya pemeliharaan, penggantian suku cadang, gangguan terhadap produksi dan operasional, maupun kerugian yang tidak berdampak langsung, misalnya yang mengakibatkan kerugian terhadap penduduk setempat yang menggerogoti mata pen-caharian dan harta benda mereka.

Bila disimak dengan seksama, boleh dikatakan hampir seluruh industri di negara kita menggunakan fasilitas maupun per-alatan dari logam, dan Indonesia yang terletak di daerah tropis secara alami memiliki kelembaban yang tinggi, sehingga peralatan, fasilitas, dan infrastruktur yang terbuat dari logam banyak yang mudah mengalami korosi. Disinilah perlunya, suatu pengendalian korosi terpadu yang efisien dan efektif, bukan sekedar pengendalian teknis saja tetapi juga pengendalian dari segi nonteknis, begitupun tidak hanya sekedar menuntut peran pelaksana di lapangan tetapi juga menuntut keterlibatan manajemen perusahaan dan kaum regulator yang membuat kebijak-an.

Dari hasil studi yang dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 2001, ditemukan kerugian korosi mencapai US$. 276 milyar per tahun, dan ini bukan hanya ke-rugian yang berdampak langsung tetapi juga termasuk nilai indirect cost atau kerugian yang tidak berdampak langsung.
Menurut Koch, salah satu hasil penelitiannya mengatakan bahwa kerugian tidak berdampak langsung sangat terkait dengan hilangnya waktu yang akan mengurangi produktivitas karena adanya kerusakan, keterlambatan, kegagalan, dan perselisihan. Kerugian indirect cost ini diasumsikan sama besarnya dengan kerugian yang berdampak langsung, tanpa diuraikan lebih lanjut alasannya.

Penyelidikan lebih jauh atas studi ini, membuktikan bahwa biaya terbesar industri-industri di Amerika Serikat terdapat pada sektor pengeluaran proteksi pelapisan, dibuktikan dengan persen-tasi sangat signifikan yaitu sebesar 89.5%. Selain itu, tercatat bahwa biaya yang dikeluarkan untuk riset dan pengembangan relatif kecil sekali, padahal riset memegang peranan penting dalam proses pengambilan keputusan bagi perusahaan, dimana riset memberikan informasi akurat kepada pihak pengambil keputusan yang didasarkan pada fakta di lapangan mengenai pokok persoalan yang sedang terjadi diperusahaan saat itu.

Yang patut disayangkan, ternyata biaya yang dialokasikan untuk pendidikan dan pelatihan merupakan yang paling kecil di antara seluruh pos pengeluaran. Ini menunjukkan bahwa sekalipun Amerika Serikat merupakan negara yang sangat maju, manajemen perusahaan di sana, entah bersikap apatis atau belum sepenuhnya menyadari bahwa sesungguhnya sumber daya manusia adalah aset yang sangat berharga bagi perusahaan. Dengan memiliki sumber daya manusia yang terampil dan kompeten maka kerugian korosi dapat diminimalkan. Umumnya perusahaan masih menganggap pendidikan dan pelatihan adalah momok pengeluaran. Padahal, pendidikan dan pelatihan justru bentuk investasi yang diyakini sebagai suatu capital atau harta yang akan mendongkrak produktivitas perusahaan.

Uraian lebih lanjut tentang studi korosi di Amerika Serikat, para peneliti menyim-pulkan bahwa kemajuan teknologi saat ini telah menyediakan banyak cara untuk mengendalikan korosi, termasuk peman-faatan teknik manajemen korosi, tetapi manajemen korosi yang baik dapat di-capai apabila menggunakan strategi pe-nanggulangan yang tepat, baik secara teknis maupun non-teknis. Mereka memberikan rekomendasi bahwa strategi penanggulan korosi meliputi hal-hal di bawah ini, di mana nomor 1 sampai 4 merupakan segi nonteknis dan nomor 5 sampai 7 adalah segi teknis:

1. Meningkatkan kepedulian akan be-sarnya biaya korosi dan penghematan yang dapat dilakukan;
2. Merubah paradigma yang salah bah-wa tidak ada yang dapat dilakukan untuk mencegah korosi;
3. Merubah kebijakan, regulasi, standar, dan praktek manajemen untuk memaksimalkan penghematan

terhadap biaya korosi melalui manajemen korosi yang baik;
4. Meningkatkan pendidikan dan pela-tihan untuk karyawan yang berhubungan dengan pengendalian

korosi;
5. Mengembangkan desain praktek manajemen korosi yang baik;
6. Meningkatkan metoda peramalan umur (life prediction) dan penilaian kinerja (performance assessment);
7. Memajukan teknologi korosi melalui riset, pengembangan, dan penerap-an.

Dari rekomendasi di atas, menurut para peneliti, bila seluruhnya dilaksanakan dengan tepat, maka kerugian korosi yang dapat ditekan diperkirakan sekitar 10% sampai 40%.

Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, dari seluruh metode pengendalian korosi, protektif coating merupakan metoda yang paling banyak digunakan, terbukti dengan angka yang sangat signifikan yaitu sebesar 89.5%. Oleh sebab itu, menurut ISO 20340:2003, the performance requirements for protective paint system for off-shore and related structures and for immersion in sea or brackish water, proteksi pelapisan yang digunakan untuk pengendalian korosi di industri migas harus yang memiliki first quality dan high durability sistem, karena prasarana dan sarana di industri migas umumnya didesain untuk pemakaian yang cukup lama.

Maka itu, sesuai dengan ketentuan baik dari ISO 20340:2003 maupun API RP 1111 “Design, Construction, Operation, and Maintenance of Offshore Pipelines”, dan DNV off-shore standard dan recommended practice OS-F101 and RP-F101, jenis coating sistem yang akan digunakan harus mempunyai karakteristik yang baik seperti adhesi atau daya rekat, ketahanan terhadap pengaruh katodik, kekedapan yang tinggi, ketahanan terhadap benturan dan gesekan, serta yang tidak kalah pentingnya adalah kemudahan untuk mengaplikasikannya.

Selain itu, pelaksanaan coating pun harus mencakup persiapan permukaan logam yang baik, aplikasi pelapisan yang benar dan tepat, serta inspeksi kualitas yang andal untuk memastikan kesesuaian dan pemenuhannya terhadap spesifikasi yang ditetapkan. Seluruh proses ini merupakan suatu kesatuan yang saling terkait untuk memperoleh life-time yang diharapkan.


DAFTAR PUSTAKA

1. Rubrik Jawa Tengah – Banyumas, Kebocoran Pipa BBM Dapat Diatasi, Harian Umum Suara Merdeka,

Sema-rang – Indonesia, Selasa 23 April 2002
2. Pipa Minyak Bocor Cemari Aliran Sungai Sukajadi, Suara Pembaharu-an Daily, Jakarta – Indonesia, Senin

08 Maret 2004
3. Walhi News, Pipa Bocor di Palem-bang, Wahana Lingkungan Hidup, Jakarta – Indonesia, 12 Maret 2004
4. Tjandra Dewi, Ketika Logam Mudah Keropos, Majalah Tempo Hal. 90 – 91, Jakarta – Indonesia, Kamis,

31 Maret 2005
5. Siaran Pers, Kebocoran Pipa Gas Me-nambah Penderitaan Rakyat Aceh, Jatam News, Jatam-Walhi-Oil

Watch South East Asia, Jakarta – Indonesia, 29 Maret 2005
6. James F. Jenkins and Richard W. Drisko, Corrosion of Metals, Good Painting Practice, SSPC Painting

Manual Volume 1, Fourth Edition, SSPC Society for Protective Coatings, Pittsburgh – USA, 2002
7. Komposisi Gas Banyak Mengandung CO2, Pipa Gas di Subang Meledak Akibat Korosi, Harian Pikiran

Rakyat, Bandung – Indonesia, Jumat 18 Februari 2005
8. Pipa Gas Meledak di Ds. Kaplongan, Dua Pekerja Mengalami Luka Berat, Harian Pikiran Rakyat, Bandung –

Indonesia, 18 Agustus 2005
9. Rubrik Nusantara, Akibat Pipa Mi-nyak Bocor 152 Jiwa Masih Ngungsi, Harian Media Indonesia, Jakarta

Indonesia, Jumat 13 Mei 2005
10. Gerhardus H. Koch, Ph.D., et al., Corrosion Cost and Preventive Stra-tegies in the United States, Report

Number FHWA-RD-01-156, CC Tech-nologist Laboratories, Inc., Ohio – United States, September 30,

2001, p. iv
11. Joe H. Payer, Ph.D and Ronald Lata-nision, Ph. D, Preventive Strategies, Appendix DD, Corrosion Cost and

Preventive Strategies in the United States, CC Technologist Laboratories, Inc., Ohio – United States,

September 30, 2001

1 commentaire:

tajuddin a dit…

Terima kasih tambahan ilmunya pak jazakumulah khair.